WHITESPACE 1: Kolaborasi Pemerintah, Swasta, dan Masyarakat Sipil dalam Skema PPP untuk Indonesia Emas 2045
Jakarta, 5 Agustus 2025 — Dalam rangkaian Filantropi Indonesia Festival (FiFest) 2025, Wahana Visi Indonesia (WVI) menggelar sesi WHITESPACE 1 dengan tema “Bersinergi dalam Pembiayaan Pembangunan Berkelanjutan: Strategi Public-Private Partnership (PPP) dalam Upaya Peningkatan Kualitas Hidup Menuju Indonesia Emas 2045.” Sesi ini menjadi wadah diskusi multipihak dari unsur pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil yang berfokus pada penguatan kolaborasi untuk menyelesaikan isu-isu prioritas nasional, seperti penurunan stunting, penguatan sistem pasar pertanian, dan pemberdayaan komunitas.
Prof. Budi Setiyono, S.Sos, M.Pol, Ph.D selaku Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) RI menyampaikan bahwa kemitraan dalam skema PPP merupakan strategi penting untuk memperkuat pembangunan berkelanjutan. Pemerintah bertanggung jawab melaksanakan amanat konstitusi untuk menyejahterakan rakyat. Swasta dan filantropi juga memiliki tujuan sosial, meski jalannya berbeda. Karena itu, kerja sama perlu dibangun atas dasar kesamaan visi, saling menguntungkan, dan kebermanfaatan bagi masyarakat. Beliau menambahkan bahwa dalam isu kesehatan seperti stunting dan TBC, kolaborasi harus mencakup kompensasi yang sesuai baik dalam bentuk profit, non-profit, maupun nilai sosial lainnya.
Lebih lanjut, PPP dinilai memberikan sejumlah manfaat strategis: pertama, mendukung pembangunan infrastruktur dan operasionalisasi aset; kedua, memungkinkan pencapaian keuntungan ekonomi; dan ketiga, menjadi alternatif sumber pembiayaan program pemerintah. Namun demikian, pemerintah mengingatkan bahwa kesenjangan pelaksanaan di daerah masih terjadi karena perbedaan kapasitas sumber daya manusia. Dalam konteks ini, kehadiran lembaga lain seperti filantropi dan organisasi masyarakat sipil diperlukan untuk menutup celah tersebut.
Santi Juardi, perwakilan Tim Pendamping Keluarga (TPK) dari Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, berbagi pengalaman mengenai perubahan sikap masyarakat terhadap program kolaboratif. “Dengan adanya dukungan dari WVI dan pemerintah, edukasi tentang stunting semakin meluas. Warga mulai memahami pentingnya pencegahan stunting sebagai upaya melindungi generasi masa depan,” katanya. Ia juga menegaskan bahwa program kolaborasi cenderung lebih diterima karena pendekatannya menyentuh langsung kebutuhan dan budaya lokal.
Dari sektor swasta, Bahtiar dari Syngenta Indonesia menceritakan kisah sukses kolaborasi jangka panjang di Sulawesi Tengah sejak 2018. Dalam kerja sama bersama WVI, Syngenta membantu petani jagung meningkatkan produktivitas melalui pelatihan dan pembuatan demoplot. “Sebelum program ini, hasil panen hanya sekitar 2-3 ton per hektar. Setelah intervensi, hasilnya meningkat signifikan,” ungkapnya. Ia menilai bahwa kemitraan berjalan baik karena ada tanggung jawab yang jelas, komunikasi terbuka, dan tujuan bersama untuk mengurangi kemiskinan.
Kak Vans dari WVI menjelaskan bahwa pendekatan yang digunakan dalam kolaborasi tidak hanya fokus pada sistem pasar, tetapi juga pada peningkatan kapasitas di tingkat rumah tangga. Tim WVI melatih petani, termasuk perempuan dan penyandang disabilitas agar mampu mengakses pasar dan menjalankan budidaya secara berkelanjutan. Pemerintah desa juga turut berperan melalui subsidi dan dukungan kebijakan. Beliau menekankan pentingnya inklusivitas dan sinergi sumber daya untuk mencapai dampak maksimal.
Dari sisi kebijakan pembangunan nasional, Dr. Rachman Kurniawan, M.Si – Manajer Pilar Pembangunan Lingkungan Sekretariat SDGs Indonesia menjelaskan bahwa kemitraan multipihak sangat penting untuk mempercepat pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Capaian global masih stagnan, sedangkan Indonesia sudah mencapai di atas capaian tersebut. Namun masih ada banyak target yang memerlukan perhatian khusus. Kolaborasi dan inovasi pendanaan adalah kunci untuk percepatan. Beliau juga menyampaikan bahwa Bappenas sedang mengembangkan repositori praktik baik berbasis digital sebagai sarana pembelajaran bersama.
Dalam sesi tanya jawab, para narasumber sepakat bahwa kepercayaan dan komunikasi adalah fondasi utama dalam kemitraan. Kolaborasi berhasil jika semua pihak merasa dilibatkan, memiliki peran, dan tujuan yang sama. Sementara itu, Pak Bahtiar menegaskan pentingnya kesepakatan awal terkait peran dan kontribusi masing-masing pihak agar kerja sama berjalan lancar dan berkelanjutan.
Diskusi ini ditutup dengan kesimpulan bahwa skema pembiayaan PPP bukan hanya soal kontribusi finansial, tetapi juga soal keberpihakan pada kelompok rentan dan penyelesaian masalah sosial. Dalam menghadapi tantangan yang semakin kompleks, solusi kolaboratif melalui PPP menjadi jembatan penting untuk mewujudkan kesejahteraan dan menyongsong Indonesia Emas 2045.
Reporter: Mashita Inayah R (PKMK UGM)
Reportase Tanggal 6 Agustus 2025 - Festival Filantropi
Pada Rabu (6/8/2025) di Taman Ismail Marzuki digelar talkshow yang mengedepankan beberapa kisah sukses Gerakan komunitas atau organisasi filantropi dalam berbagai bidang, yaitu untuk lingkungan hidup (misal: Aksi Jaga Bumi oleh KitaBisa dan budidaya maggot sebagai social enterprise dan difasilitasi oleh pemkot DKI Jakarta), dan perubahan iklim (misal: Bakti Barito yang melakukan program Green Guardians untuk pengelolaan warung sampah oleh anak-anak sekolah, perbaikan infrastruktur sekolah dengan bangunan ramah lingkungan, dan lain-lain. Yayasan Bakti Barito menyatakan bahwa investasi filantropi mereka untuk lingkungan hidup memiliki Social Return on Investment (SROI) sebesar 3,97 (untuk setiap 1 Rupiah yang dikeluarkan, memberi manfaat sebesar 3,97 rupiah). Yayasan Bakti Barito sendiri telah berkontribusi sebesar Rp 270 milyar (tahun 2020-2025) untuk program-program terkait lingkungan dan perubahan iklim, termasuk misalnya pengolahan sampah plastic menjadi bahan aspal.
Topik lain yang juga dibahas Adalah mengenai Kesehatan. Terkait dengan kontribusi filantropi untuk Kesehatan, dalam hal ini program stunting dan nutrisi anak.
Rumah Zakat: Bikin Peduli- Strategi dan Aksi Kolaborasi untuk Indonesia Bebas Stunting
Inisiatif Desa Bebas Stunting yang difasilitasi oleh Rumah Zakat dimulai pada 2018, yaitu pemberdayaan kader kesehatan desa untuk meminimalisir risiko stunting dengan pendekatan keluarga. Rumah Zakat memilih desa-desa sebagai lokus utama mereka dengan berkoordinasi dengan Kementerian dan Dinas terkait. Kemudian mereka menerjunkan “relawan inspirasi’ untuk mendampingi desa tersebut.
Program utama mereka mencakup edukasi kepada catin (calon pengantin), bumil, busui, dan kader. Namun, di luar itu, mereka juga melakukan dukungan untuk enabling ekosistem yang memadai, misalnya: menyediakan bantuan sarana prasarana posyandu, menyediakan pojok stimulasi di Posyandu, membuat dapur gizi di Posyandu (dapur gizi ini menjual makanan bergizi, PMT untuk balita, untuk lansia dan untuk disabilitas) dan melaksanakan program sedekah (telur, sampah, minyak jelantah, dan sebagainya) untuk pengembangan ekonomi, pendampingan untuk administrasi sipil (untuk menjamin akses ke JKN), bantuan untuk rujukan ke fasilitas kesehatan di wilayah sulit akses, fasilitasi jamban sehat keluarga, membuat kebun gizi keluarga, dan lain-lain.
Pada 2024, hasil binaan yang telah dihasilkan: 97 posyandu dibina, 1020 kader terlatih, Membentuk 42 Social Enterprise (berupa dapur gizi), Penerima Manfaat ibu sejumlah 1475 orang dan Penerima Manfaat balita sejumlah 3141. Hasilnya Adalah penurunan angka stunting di desa-desa lokus mereka. Jumlah Penerima Manfaat balita yang telah bebas stunting pada 2024 yaitu 1066.
Kolaborasi juga dilakukan dengan Gerakan filantropi lain. Sebagai contoh, bekerjasama dengan Adaro Grup (mencakup 15001 sasaran balita). Acara ditutup dengan workshop pembuatan MPASI bergizi dengan bahan lokal sederhana.
Reporter: Shita Dewi (PKMK UGM)
Accordion Title Two
Anim pariatur cliche reprehenderit, enim eiusmod high life accusamus terry richardson ad squid. 3 wolf moon officia aute, non cupidatat skateboard dolor brunch. Food truck quinoa nesciunt laborum eiusmod. Brunch 3 wolf moon tempor, sunt aliqua put a bird on it squid single-origin coffee nulla assumenda shoreditch et. Nihil anim keffiyeh helvetica, craft beer labore wes anderson cred nesciunt sapiente ea proident. Ad vegan excepteur butcher vice lomo. Leggings occaecat craft beer farm-to-table, raw denim aesthetic synth nesciunt you probably have not heard of them accusamus labore sustainable VHS.