Reportase SESI PARALEL XV: KOLABORASI SEHATKAN NEGERI: Mendorong Transformasi Sistem dan Layanan Kesehatan Lewat Dukungan dan Kolaborasi Sektor Filantropi

Reportase SESI PARALEL XV: KOLABORASI SEHATKAN NEGERI: Mendorong Transformasi Sistem dan Layanan Kesehatan Lewat Dukungan dan Kolaborasi Sektor Filantropi

Reportase

Hotel Borobudur, Jakarta, 8 Agustus 2025 – Sesi ini mengangkat peran filantropi dalam mentransformasi sistem dan layanan kesehatan di Indonesia melalui kolaborasi multisektor. Dengan menjawab tantangan poli krisis kesehatan dan menurunnya bantuan internasional, forum ini menggali solusi pendanaan inovatif, pendekatan berbasis komunitas, dan strategi kolaboratif untuk memperluas dampak dan keberlanjutan layanan kesehatan inklusif bagi semua.

Dalam sambutannya Trihadi Saptoadi  (Wakil Ketua Badan Pengawas PFI dan Chairman of The Executive Board Tahija Foundation) menyampaikan bahwa filantropi berharap menjadi mitra sejajar dengan pemerintah. Yang menjadi kekuatan dan prioritas filantropi Adalah kelompok yang paling rentan, paling membutuhkan. Kedua, Gerakan filantropi biasanya sangat selektif, karena sumberdaya yang dimiliki tidak banyak. Ketiga, Gerakan filantropi juga dapat lebih inovatif, namun seringkali  tidak dapat men-scale up dengan efektif karena intervensi di Lokasi yang berbeda membutuhkan model dan perencanaan yang berbeda.

Pembicara Utama Prof. Dr. R. Budi Haryanto, S.K.M., M.Kes  (Anggota Dewan Pakar PFI dan Guru Besar Departemen Kesehatan Lingkungan Universitas Indonesia) menyampaikan bahwa status Kesehatan Indonesia masih buruk (beban ganda malnutrisi, kematian ibu dan kematian anak bila dilihat dari angka absolut, begitu pula penyakit-penyakit menular). Prof Budi menyampaikan, bahwa di Kesehatan ada dua jalur yang harus diperhatikan: (1) perawatan orang sakit, dan (2) pencegahan penyakit. Menurut observasi beliau, anggaran “Kesehatan” pemerintah saat ini 85% ada pada perawatan orang sakit, sementara hanya sisanya yang untuk pencegahan orang sakit. Oleh karena itu, butuh kekuatan filantropi untuk berkontribusi dalam penguatan layanan Kesehatan di Indonesia.

Unduh Materi

Sesi dilanjutkan dengan paparan strategic paper dari CISDI yang disampaikan oleh Diah Satyani Saminarsih (Founder and Chief Executive Officer (CEO) Centre for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI)). Diah menyampaikan bahwa adanya tren penurunan bantuan global sebesar USD18.7 miliar dibanding tahun 2023. Ketergantungan pada donor ini merupakan salah satu kelemahan dari sektor Kesehatan. Lingkungan filantropi di Indonesia juga bercirikan beberapa program yang tumpeng tindih, kurangnya transparansi dan akuntabilitas serta regulasi. Beberapa rekomendasi Diah Adalah (1) kolaborasi lintas sektor, (2) model pembiayaan yang inovatif yang perlu diujicoba, (3) Disain program dan pendanaan yang berkelanjutan, (4) advokasi untuk UU baru mengenai pemberian sumbangan dan (5) kerangka monitoring dan evaluasi untuk menjamin transparansi dan akuntabel.

Unduh Materi

Berikutnya berlangsung diskusi dengan para pembahas yang dimoderatori oleh Asteria Aritonang (Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia dan Resources Development and Communications Director Wahana Visi Indonesia (WVI)). Para pembahas terdiri dari Dr. Atiek Anartati, MPH & TM (Country Director Clinton Health Access Initiatives), dan Gigih Rezki Septianto (Founder & Executive Director WeCare.Id) dan Diah Satyani Saminarsih (CISDI).

Atiek menyoroti perlunya keterlibatan filantropi dengan prinsip co-design dengan pemerintah, kesinambungan kapasitas teknis dan manajerial untuk filantropi, serta kemitraan dengan kader dan tokoh Masyarakat untuk menjamin keberlangsungan. Diah sekali lagi menyoroti pentingnya prinsip co-design ini agar program yang dilakukan filantropi merupakan program yang bersifat jangka panjang. Di sisi lain, Gigih menyoroti bahwa tren penurunan crowdfunding domestic juga terjadi, bukan hanya penurunan tren donasi asing/global.  Gigih melanjutkan bahwa upaya yg dilakukan WeCare misalnya Adalah melakukan crowdfunding juga dengan para pelaku usaha, namun ini juga memiliki tantangan tersendiri karena ada isu transparansi yang harus diatasi. WeCare juga mengobservasi bahwa adanya JKN sebenarnya telah menurunkan biaya katastropik untuk Kesehatan (termasuk untuk obat) namun kebutuhan terbesar saat ini bagi Masyarakat Adalah dukungan pendanaan untuk transportasi (to-from rumah-faskes).

Dalam sesi ini juga dilakukan beberapa upaya interaksi dengan hadirin, misalnya melalui survey Slido. Berdasarkan survey ke hadirin acara, 50% hadirin merasa yakin bahwa kolaborasi antara pemerintah dan mitra filantropi merupakan kunci dari potensi filantropi terhadap Kesehatan. Namun, sebesar 42% hadirin juga merasa bahwa fragmentasi program dan koordinasi lintas sektor lemah dan ini menjadi tantangan bagi filantropi.  Beberapa inovasi dan strategi kolaborasi yang dianggap potensial oleh hadirin Adalah platform yang menghubungkan antara demand dan supply dari program dengan donor, dan perlu menampilkan pula dampak dan success story.

Reporter: Shita Dewi (PKMK FKKMK UGM)