Reportase Potensi Filantropi untuk Pembangunan Kesehatan di Indonesia

Reportase

Yogyakarta – Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (PKMK FK – KMK UGM) menggelar webinar Filantropi Kesehatan pada Selasa (18/2). Webinar dengan judul besar “Hasil Awal Penelitian Filantropi untuk Pembangunan Kesehatan di Indonesia: Siapa saja Para Filantropis?” dipandu oleh peneliti PKMK FK – KMK UGM, dr. Jodi Visnu, MPH dan dimoderatori oleh dr Albarissa Shobry Abdalla. Webinar yang diselenggarakan di Gedung Tahir FK – KMK UGM ini turut dihadiri oleh mahasiswa, peneliti dan pelaku industri dan swasta. Webinar ini bertujuan mengupas situasi filantropi di Indonesia serta mengkaji potensi dan tantangan dalam pengembangan filantropi indnesia.

Sebelum acara dimulai, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D memberikan pengantar. Laksono yang merupakan ssalah satu board PKMK FK – KMK UGM ini menyinggung pentingnya filantropi di era JKN, dimana pendanaan kesehatan menjadi perhatian publik. Indonesia membutuhkan sumber dana pemerintah untuk dapat mencapai target SDGs pada  2030. Akan tetapi, saat ini kemampuan pemerintah sangat terbatas dalam hal pembiayaan sektor kesehatan. Pertumbuhan cepat Gross Domestic Product (GDP) tidak seiring dengan bertambahnya Tax  Ratio. Walaupun GDP Indonesia sudah berada di atas Rp 14 ribu triliun, atau di atas USD 1 triliun, akan tetapi Tax Ratio masih berkisar antara 10 – 11%. Hal ini menimbulkan masalah pada kemampuan pemerintah dalam mendanai berbagai program pembangunan. Fakta di dalam era JKN, kebijakan jaminan kesehatan ini belum mampu menambah besaran persentase GDP untuk kesehatan. Dalam situasi ini, institusi kesehatan dirasa perlu memikirkan peran sektor filantropi dalam pembangunan kesehatan

Mengingat pentingnya filantropi kesehatan di Indonesia, Prof. dr. Laksono Trisnantoro menjelaskan bahwa akan ada Forum Nasional Filantropi Kesehatan 2020. Salah satu rangkaian acara untuk menyongsong forum nasional tersebut ialah workshop atau pelatihan yang ditujukan untuk rumah sakit. “Pelatihan ini bagi rumah sakit yang ingin mengembangkan filantropi. Pelatihan ini akan berjalan baik apabila memahami filosofi filantropi,” ujar Prof Laksono Trisnantoro.

Penelitian tentang “Filantropi untuk Pembangunan Kesehatan di Indonesia” ini dilakukan oleh  Laksono Trisnantoro, Jodi dan Albarissa. Sebelum memaparkan hasil penelitian sementara, Jodi menjelaskan perbedaan penting antara filantropi dan charity. “Filantropi adalah organize giving, sustainable dan strategic. Sementara charity ialah direct giving,” ujar dr Jodi. Ia memberikan penggambaran sederhana yakni charity lebih merujuk pada sumbangan mendadak saat bencana alam dan musibah lain.

Penelitian yang dilakukan oleh dr Jodi dan timnya menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Adapun penelitian yang sudah dilakukan yakni penelitian kuantitatif. Untuk memberikan gambaran sederhana, Jodi memperlihatkan secara singkat data yang ia kumpulkan. “Bapak ibu akan melihat sekian ratus organisasi yang memberi dana filantropi. Dari data kuantitatif, ada 114 yang sudah dikumpulkan,” ujar dr Jodi. Secara detail, organisasi yang memberikan dan filantropi yakni 38 Korporasi, 18 Yayasan Korporasi, 4 Yayasan Keluarga, 13 Yayasan Keagamaan dan 41 Yayasan Independen.

Dalam pengamatan mengenai filantropi di  Indonesia, Jodi menemukan fenomena unik salah satunya gencarnya pengumpulan dana dari beberapa platform, salah satunya Kitabisa.com. Dari temuan dr Jodi dan timnya, fundraising untuk kategori kesehatan mencapai 19 persen dari keseluruhan fundraising di platform tersebut. Bahkan jumlah fundraising untuk sektor kesehatan mencapai 7500 kasus. Fakta ini cukup menyakinkan bahwa potensi filantropi di Indonesia cukup besar.

Reporter: Kurnia Putri Utomo