Reportase FIFest 2025 – Whitespace 7: Unlocking International Philanthropy for Indonesian CSOs: Examples from the US and Australia

Reportase

Myriad Alliance menyelenggarakan sesi Whitespace 7 dengan topik “Unlocking International Philanthropy for Indonesian CSOs: Examples from the US and Australia” dalam rangkaian Filantropi Indonesia Festival (FIFest) 2025. Kegiatan yang diadakan pada Rabu (6/8/2025) ini membahas strategi konkret dan wawasan praktis untuk mengakses pendanaan lintas negara, khususnya dari Amerika Serikat dan Australia. Sesi Whitespace ini ditujukan kepada organisasi non profit di Indonesia dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai tantangan dan peluang pendanaan internasional dengan pendekatan strategis.

Sesi tersebut dibuka oleh Juanita Theodora selaku Network Manager dari Myriad Alliance yang menegaskan pentingnya membangun jembatan antara filantropi global dan inisiatif lokal. Peluang pendanaan lintas negara dapat dioptimalkan oleh organisasi di Indonesia melalui pendekatan yang transparan, profesional, dan relevan secara kontekstual.

Pembicara pertama, yakni Liem Nguyen selaku International Philanthropy Associate dari Myriad Australia menjelaskan pertumbuhan filantropi di Australia yang signifikan selama beberapa tahun terakhir. Faktor yang mendukung peningkatan pemberian donasi adalah dukungan pemerintah melalui skema insentif pajak dan minat generasi muda terhadap wawasan global yang semakin berkembang. Liem menyoroti pentingnya status Deductible Gift Recipient (DGR) bagi organisasi yang ingin menggalang dana dari Australia serta perlunya membangun struktur legal dan tata kelola yang kredibel agar dapat dipercaya oleh donor.

Pembicara selanjutnya, yakni Alexie Ferreria Mercado dari Myriad USA membagikan praktik baik dari pengalaman menghimpun dana filantropi di Amerika Serikat (AS). Alexie menjelaskan bahwa sebagian besar donasi di AS berasal dari individu. Keputusan untuk memberi donasi sangat bergantung pada faktor kepercayaan, nilai spiritual, serta relasi sosial. Bentuk donasi pun sangat beragam, termasuk planned giving, employee giving, hingga donasi melalui properti atau polis asuransi. Alexie juga menekankan bahwa banyak organisasi di luar negeri kesulitan membentuk entitas hukum di AS karena regulasi dan biaya yang tinggi. Oleh karena itu, bekerja sama dengan organisasi perantara seperti Myriad dapat menjadi solusi efektif untuk menerima donasi dari AS secara legal dan efisien.

Pembicara selanjutnya dari IDEP Foundation, Mianti Shanen, memaparkan mengenai perjalanan organisasinya sejak 1990-an. IDEP Foundation bergerak dalam pengembangan pertanian berkelanjutan yang berbasis permakultur. Untuk menjaga keberlanjutan finansial, IDEP mengembangkan tiga sumber utama pendanaan, yakni unit usaha sosial, proyek edukatif, dan hibah tematik. Diversifikasi ini mendukung eksistensi organisasi mereka meski kondisi pendanaan donor mengalami fluktuasi.

Pembicara terakhir, yakni Dwayne James Denton (DJ Denton) dari Yayasan Insan Guna Indonesia menuturkan pengalaman pribadinya dalam merintis yayasan sosial di Bali. Yayasan Insan Guna Indonesia berfokus pada berbagai kegiatan sosial seperti pemberdayaan perempuan dan pendidikan Bahasa Inggris. DJ Denton menjelaskan bahwa yayasan ini berhasil meraih satu juta dolar pertamanya pada 2023 melalui kerja keras dan komunikasi yang transparan dengan donor.

Sesi ini ditutup dengan ajakan kepada organisasi lokal untuk lebih berani merancang strategi penggalangan dana global. Dengan membangun jejaring yang kuat, memahami motivasi donor, dan memaparkan dampak nyata yang bermakna, organisasi di Indonesia dapat mengembangkan basis dukungan internasional guna penguatan keberlanjutan program.

Reporter: Mashita Inayah R (PKMK UGM)