Reportase SESI PARALEL XVI: INOVASI PENDANAAN “DARI DERMA MENJADI DAYA” Mengakselerasi Transformasi Skema Dukungan Filantropi Tradisional Menuju Investasi Berdampak

Reportase SESI PARALEL XVI: INOVASI PENDANAAN “DARI DERMA MENJADI DAYA” Mengakselerasi Transformasi Skema Dukungan Filantropi Tradisional Menuju Investasi Berdampak

Reportase

Hotel Borobudur, Jakarta, 8 Agustus 2025 – Sesi ini membahas transformasi ekosistem pendanaan filantropi dari skema tradisional menuju investasi berdampak. Dengan mengeksplorasi blended finance, crowdfunding, dan social impact bonds, forum ini menggali strategi kolaboratif dan kebijakan pendukung yang dapat memperkuat peran filantropi sebagai katalisator perubahan sosial yang lebih strategis, berkelanjutan, dan berorientasi hasil.

Pembicara Utama dalam sesi ini, Dickson Lim  (Head Temasek Trust Foundation Advisors) menyampaikan tentang skema-skema pendanaan yang inovatif, misalnya pembiayaan untuk social enterprises yang memiliki impact yg terukur dan jelas, kemudian dikombinasi dengan Follow-on Funding. Skema ini semacam venture capital namun untuk social enterprises yang berpotensi memiliki impact, kemudian beberapa yang potensial (sudah menunjukkan impact yg diharapkan) kemudian diberi investasi tambahan sehingga social enterprises tersebut yang membuat mereka dapat melesat menjadi unicorn. Venture capital tersebut dibiayai oleh Kumpulan dari beberapa pendanaan filantropi, misalnya yg dikumpulkan oleh platfrom Myriad.

Selanjutnya, paparan tersebut ditanggapi oleh para pembahas, Veronica Colondam  (Founder and CEO YCAB Foundation), Nancy Surachman  (Country Lead of Sail Investments for Indonesia), Atika Benedikta (Executive Director, Indonesia Impact Alliance) dan Vikra Ijas (CEO Kitabisa). Sesi ini dimoderatori oleh Novi Meyanto  (Wakil Bendahara Badan Pengurus Perhimpunan Filantropi Indonesia dan Associate Director PLUS – Platform Usaha Sosial).

Secara garis besar, diskusi ini menggarisbawahi bahwa inovasi tidak hanya dalam hal sumber dananya, melainkan juga cara pemanfaatannya. Veronica membahas skema micro-finance yg tersedia di Jakarta (untuk pemberdayaan ekonomi Perempuan) yang memiliki sifat dana bergulir (di-reinvetasi untuk program lain, yaitu Pendidikan). Hal ini dilakukan sejak 2012. Shifting dari pendanaan tradisional (one-time giving) bergeser ke investasi berdampak dengan menggunakan instrument social  impact bond. Vikra menambahkan bahwa ‘roh’ dari KitaBisa Adalah ‘derma-bersama’. Tetapi ternyata KitaBisa sebagai crowdfunding retail (sekitar 95% penggunanya Adalah individu) melihat bahwa pemanfaatannya harus lebih inovatif. Oleh karena itu, KitaBisa melakukan cross-polination antar berbagai motivasi berderma tersebut agar pemanfaatannya bisa perpetual. Jadi misalnya dengan menggunakan dana tersebut sebagai trust fund yang return-nya di’wakaf’kan (wakaf uang). Nancy menyampaikan skema yang tersedia untuk Green Investment. Skema ini Adalah private credit/loan untuk Perusahaan yang berkomitmen untuk mengurangi deforestasi tetapi memiliki pendampingan pre-investment. Contohnya Adalah soft loan yg jangka pendek dengan bunga di bawah market dan cap nilai yg terbatas. Tujuannya Adalah supaya Perusahaan yang meminjam ini dibantu untuk mencapai suatu standar tertentu agar mereka bisa eligible untuk loan lain yang lebih besar dan berjangka panjang (biasanya ini termasuk persyaratan terkait emisi karbon dan kerja nyata dalam deforestasi).   Atika membahas mengenai skema wholesaler blended finance yang ditujukan khusus untuk impact enterprises, artinya pendanaan yang tersedia Adalah untuk pelaku bisnis yang bersedia berinvestasi untuk mendukung social enterprises skala kecil. Dengan kata lain, skema mereka bersifat enabling the enabler.  Para pembahas pada dasarnya menggarisbawahi dua prinsip penting dalam pembiayaan inovatif: yaitu co-create dan kolaborasi.

Reporter: Shita Dewi (PKMK FKKMK UGM)