Dalam festival Filantropi ini, selain sesi kegiatandi dalam ruangan, terdapat pula beberapa booth dan panggung yang tersedia di halaman, kemudian kegiatan di luar ruangan ini disebut Showcase. Showcase merupakan platform yang menampilkan inisiatif filantropi inovatif melalui tampilan interaktif dan presentasi langsung. Showcase menghadirkan pertunjukan di panggung, storytelling, dan demonstrasi yang menghidupkan program berdampak.
Sementara itu, booth menyediakan ruang khusus bagi organisasi untuk menampilkan kontribusi, solusi, dan program mereka dalam mengatasi tantangan sosial dan lingkungan. Terdapat total 41 booth dari berbagai organisasi, seperti KitaBisa, Rumah Zakat, Wahana Visi Indonesia, Dompet Dhuafa, Tanoto Foundation, BAZNAS, dan lain-lain, dan semua menampilkan beberapa program unggulan, intervensi mau pun produk-produk yang mereka kembangkan.
Yayasan Sayap Ibu di Jakarta, misalnya, menampilkan beberapa produk buatan anak-anak disabilitas majemuk. Yayasan ini menyelenggarakan “sekolah” khusus bagi anak dari panti dan anak-anak non panti yang memiliki disabilitas majemuk dan mengajari mereka ketrampilan, misalnya membuat sabun alami, skincare alami, dan kerajinan tangan. Selain itu, mereka juga mengisi sesi talkshow bertajuk: “Disability is the new Superpower!”. Talkshow tersebut menampilkan anak-anak muda yang menyampaikan bagaimana upaya pemberdayaan anak dengan disabilitas membantu mereka untuk berdaya secara ekonomi sehingga bisa mandiri sudah tidak lagi berada di panti. Keterampilan yang dilatihkan pun bisa mencakup keterampilan yang memanfaatkan teknologi yang telah dimodifikasi sesuai kebutuhan mereka, misalnya seorang anak yang diajari menggunakan komputer khusus untuk mampu membuat akun di platform Canva.
Yayasan Gugah Nurani Indonesia, misalnya menampilkan program utama mereka di 11 provinsi dan 15 wilayah pemberdayaan masyarakat, berfokus pada anak-anak, yaitu (1) edukasi (penyediaan bahan ajar, peningkatan literasi dan pelatihan guru dan orang tua), (2) perlindungan anak (termasuk pendampingan kasus yang melibatkan anak), (3) ekonomi (misalnya membangun bank sampah), (4) tanggap bencana (penyediaan layanan psikososial pasca bencana untuk anak dan bantuan bahan ajar pasca bencana), serta (5) kesehatan (sanitasi dan air bersih, cek kesehatan dan edukasi gizi untuk anak). Yayasan ini menggunakan dana yang dikumpulkan dari masyarakat/donasi.
Bahkan lembaga pendidikan pun tidak ketinggalan. STIKES Bethesda YAKKUM Yogyakarta menampilkan program pelatihan untuk menjadi caregiver di Jepang bagi siswa/lulusan SMK jurusan Keperawatan yang tidak mampu meneruskan sekolah. Program ini terakreditasi Kemenkes dan diselenggarakan secara gratis selama 3 bulan (termasuk asrama untuk siswa) untuk kemudian disalurkan kerja di Jepang atau di Indonesia dengan ikatan dinas. Kegiatan ini didukung oleh Yayasan Tahija.
Program lain yang juga diangkat adalah Kelas Belajar Oky, sebuah program filantropi yang diprakarsai seorang ahli gizi yang menyediakan makanan tambahan untuk anak, dan mengadakan edukasi nutrisi kepada keluarga masyarakat marjinal (dalam hal ini: keluarga pemulung, buruh pengupas kerang, dan sebagainya) dengan menggunakan bahan yang mereka bisa dapatkan/beli dengan daya beli mereka yang sangat rendah. Mereka juga melakukan promosi kesehatan dengan cara melukis gerobak-gerobak sampahnya dengan pesan kesehatan, membuat barang bekas dari hasil sampah yg mereka daur ulang. “Kelas Belajar Oky” ini juga mengadakan program belajar dengan anak-anak dari keluarga pemulung ini yang dilakukan oleh para volunteer anak muda, dengan topik beragam (tergantung pada keahlian dari volunteer tersebut).
Festival Filantropi, sebagaimana layaknya festival umum, juga menyediakan pertunjukan seni dan budaya dari komunitas, anak muda, maupun influencer. Reportase: Shita Dewi (PKMK UGM)