Yogyakarta – Filantropi kesehatan tidak hanya diperuntukkan bagi instansi pemberi layanan kesehatan non-profit maupun organisasi yang menaungi, tetapi juga dapat dikembangkan dalam level yang lebih tinggi semisal instansi pemerintah. Oleh karena itu, Pusat Kebijakan dan Manajemen Kesehatan (PKMK) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengapresiasi langkah Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat (Dinkesprov Jabar) dalam mengeksplorasi potensi filantropi guna memaksimalkan sistem pembiayaan kesehatan. Melalui diskusi daring pada 12 Maret 2021, dr. Luqman Yanuar Rahman, MPH selaku Kepala Seksi Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Dinkesprov Jabar, mengutarakan keinginannya untuk memaksimalkan peran filantropi kesehatan di Provinsi Jawa Barat agar dapat membantu masyarakat terutama mereka yang kurang mampu.
Delsi Taurustiati, MKM., MMedSc., selaku Kepala Sub Bagian Perencanaan dan Pelaporan Dinkesprov Jabar, menyampaikan bahwa bantuan dari beberapa perusahaan lewat mekanisme tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility/ CSR) kerap dilakukan dan dilaporkan secara berkala. Akan tetapi, CSR tidak dapat menjadi pegangan dalam menyempurnakan jaminan kesehatan semesta (Universal Health Coverage/ UHC). Menanggapi hal tersebut, team leader Pokja Filantropi Kesehatan, dr. Jodi Visnu, MPH., pun menyampaikan bahwa diperlukan mekanisme tersendiri dalam mengelola bantuan yang diberikan lewat pihak swasta non-korporasi. “Perusahaan menyasar lokasi tertentu dalam pendistribusian bantuan CSR, sesuai dengan lingkup karya. Lain halnya dengan filantropi yang dapat didominasi oleh organisasi non-profit, bisa lintas batas,” pungkas dr. Jodi.
Adanya filantropi kesehatan menjadi peluang dalam mengidentifikasi sumber-sumber pembiayaan kesehatan serta diharapkan dapat substain ke depannya. Lewat penelitian yang dilakukan oleh dr. Jodi dan tim dari PKMK FK-KMK UGM pada 2020, tercatat hampir 20 organisasi non-profit tersebar di Jawa Barat. Hal ini merupakan peluang bagi Dinkesprov Jabar untuk berkolaborasi dan membantu masyarakat yang membutuhkan pengobatan, dimana juga terdapat beberapa biaya yang tidak ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Biaya yang dimaksud adalah indirect cost seperti pembiayaan transportasi pasien rujukan lepas, biaya penunggu keluarga pasien, maupun biaya rumah singgah yang keseluruhannya tidak ditanggung oleh JKN maupun mekanisme dana pemerintah lainnya.
Di akhir pertemuan, dr. Luqman menyampaikan komitmennya untuk memaksimalkan potensi filantropi kesehatan di Jawa Barat dan dalam waktu dekat akan melakukan pendekatan dengan berbagai organisasi non profit yang telah berkarya dalam bidang kesehatan. Mekanisme pendanaan lewat CSR akan tetap berjalan beriringan dengan filantropi, di mana CSR berfokus pada korporasi sedangkan filantropi berfokus pada non korporasi dan linear dengan konsep filantropi, yakni (1) keberlanjutan, (2) fokus pada perubahan jangka panjang, dan (3) pencapaian solusi untuk perubahan sosial. Harapannya, filantropi dapat mendukung tercapainya UHC di Jawa Barat dengan kolaborasi lintas instansi. (Reporter: Ainun Hanin Noviar, SHG.)