Reportase Wrap Up Session Post Forum Nasional 1 Filantropi Kesehatan

Reportase

Pembukaan (Prof. LaksonoTrisnantoro, M.Sc, PhD)

Sesi ini merupakan wrap-up dari Forum Nasional 1 Filantropii Kesehatan yang telah dilaksanakan beberapa minggu llau, yaitu pada 21-22 Juli 2020 dan dilanjutkan dengan pemaparan makalah bebas mengenai filantropi kesehatan pada 27-30 Juli 2020. Acara ini juga akan berlanjut dengan adanya workshop mengenai filantropi untuk menggali dana- dana filantropi bagi kesehatan pada Agustus dan Oktober. Sesi ini dilanjutkan dengan penjelasan benang merah Forum Nasional 1 Filantropi Kesehatan dan juga mengumumkan presentasi terbaik makalah bebas yang telah dilaksanakan oleh para peserta yang mengajukan abstrak. Dalam acara ini, hadir Hamid Abidin dari Filantropi Indonesia dengan harapannya Kerjasama antara UGM dan Filantropi Indonesia terus berlanjut.  Hadir pula Trihadi dari Yayasan Tahija yang merupakan mitra dari UGM selama kegiatan ini berlangsung. Dengan adanya Forum Filantropi ini berbagai aktor bisa berbagi ide dan penelitian serta pengembangan yang lebih konkret. Dengan adanya pengembangan ini terdapat keyakinan bahwa UGM dan actor – aktor yang turut berperan serta menjadi inisiator untuk memperbaiki sistem kesehatan di Indonesia. Sistem kesehatan sedang menghadapi masalah COVID-19 yang menyadarkan banyak pihak bahwa filantropi itu cukup penting. Hal penting yang perlu dicatat adaah filantropi tidak dapat menggantikan fungsi pendanaan dari pemerintah akan tetapi dapat mengisi pos – pos pendanaan pemerintah yang masih kurang atau mungkin terlambat atau mungkin sulit mencapai sasarannya. Suatu saat nanti kita akan menghadapi era dimana filantropi dibutuhkan.

Benang Merah Forum Nasional 1 Filantropi Kesehatan (dr. Jodi Visnu, MPH)

Tujuan dari Forum Nasional 1 Filantropi Kesehatan yang diselenggarakan beberapa pekan lalu memiliki tujuan untuk menjawab pertanyaan besar yaitu, “Adakah potensi dalam peran filantropi untuk mendanai pembangunan Kesehatan di Indonesia?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, secara spesifik tujuan dibagi menjadi tiga yaitu untuk mengumpulkan para pelaku filantropi Kesehatan di Indonesia, memahami potensi pendanaan filantropi untuk pembangunan Kesehatan di Indonesia dan mengembangkan berbagai keterampilan dalam penggalangan dana kemanusiaan di berbagai lembaga kesehatan dan sosial.

Pada diseminasi penelitian yang telah dilaksanakan pada 21-22 Juli 2020 lalu telah dipetakan bahwa terdapat tiga peran pelaku filantropi Kesehatan. Diantaranya adalah grantor, intermediary dan implementer. Kemudian jenis pelaku filantropi dibagi menjadi dua, yaitu individu dan institusi. Penelitian yang dilakukan ini lebih berfokus pada pelaku berbentuk institusi, dimana ada sekitar 117 institusi yang bersifat korporasi dan non-korporasi.

Kami juga mengamati bahwa filantropi tidak hanya berbentuk dana melainkan juga tenaga dan waktu serta ide. Selain itu tujuan pelaku filantropi Kesehatan adalah untuk kepedulian sosial, penguatan kapasitas masyarakat, keberlanjutan program terhadap beneficiary. Harapannya filantropi berkembang menjadi sebuah metode yang berkelanjutan, supaya tidak diberikan secara incidental saja namun dapat dilaksanakan secara jangka panjang. Kolaborasi dengan pemerintah juga merupakan hal yang penting agar dilaksanakan secara integratif, transparan dan akuntabel dengan perwujudan skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha.

Potensi pendanaan filantropi khususnya untuk Kesehatan diharapkan dapat berkontribusi untuk mendanai indirect cost seperti yang telah dijelaskan dalam sesi Fornas yang lalu. Hal – hal seperti gizi masyarakat, sistem Kesehatan nasional, akses kespro dan KB, serta sanitasi dan air bersih penting untuk dicapai dalam SDGs. Selain itu terdapat juga program-program yang bersifat penelitian Kesehatan, pendanaan RS Keagamaan, pendanaan kesehatan di pedalaman, program peningkatan gizi dan promosi Kesehatan sebagaimana yang menjadi gagasan saat sesi Fornas lalu.

Kemudian yang terakhir soal keterampilan penggalang dana, masalah yang terdapat saat ini adalah siapa donor yang potensial bagi program – program tersebut?, apa saja program filantropi Kesehatan yang dapat dijalankan?, bagaimana mengenali kebutuhan yang dapat menarik calon donor dan bagaimana proposal donasi yang dibuat dapat hit the point?. Keterampilan ini akan dipelajari dalam workshop filantropi yaitu Strategi Rumah Sakit untuk Mengumpulkan Dana Kemanusiaan dengan Teknik Crowdfunding yang akan disampaikan lebih lanjut oleh Prof. Laksono.

Informasi Workshop Post Forum Nasional 1 Filantropi Kesehatan dan Informasi Rencana Kegiatan Berikutnya di Tahun 2020 (Prof. Laksono Trisnantoro, M.Sc., Ph.D)

Setelah mendengarkan konteks dari benang merah yang tadi dijelaskan, setelah ini tim akan menggelar workshop mengenai filantropi. Salah satunya adalah bagaimana mengembangkan sistem crowdfunding untuk dana filantropi di rumah sakit. Hal ini adalah isu kunci, terutama soal bagaimana operasionalisasinya. Minggu depan akan dicoba untuk bekerjasama dengan salah satu atau dua rumah sakit yang bersedia dijadikan pionir. Harapannya ini merupakan pilot project yang dapat mengembangkan penggalian dana filantropi bagi rumah sakit.

Di samping itu ada juga filantropi untuk tujuan SDGs, perlu banyak diskusi terlebih dulu bagaimana operasionalisasinya. Ke depannya akan ada diskusi – diskusi terbatas mengenai hal ini untuk pengembangannya sesuai dengan hasil yang diperoleh dalam Fornas kemarin. Sehingga untuk kegiatan ini perlu dipikir matang dan mungkin dapat diselenggarakan di akhir tahun ini.

Tanggapan Pembahas (Ir. Trihadi Saptoadi, MBA. (Tahija Foundation)

Pada sesi Fornas terdapat isu menarik yang diangkat. Isu – isu tersebut antara lain membahas mengenai pencatatan atau pembuatan database di Indonesia yang saat ini dinilai kurang lengkap. Perlunya database filantropi tersebut jika perlu dilengkapi dengan laporan keuangan, hingga gaji bagi petugas yang ada di lembaga filantropi supaya transparan. Hal semacam ini dapat ditemukan di negara maju, hingga terdapat rating bagi lembaga filantropi yang mana makin tinggi ratingnya menunjukkan bahwa Lembaga tersebut dipercaya oleh publik.

Kemudian ada isu juga mengenai batasan yang kabur mengenai filantropi, perlu diperjelas filantropi seperti apa yang akan dilaksanakan. Jangan sampai niat untuk menolong rumah sakit disalahartikan dengan membantu bisnisnya. Hal yang perlu diperjelas adalah tujuannya, untuk pasien atau rumah sakitnya atau juga bisa keduanya. Selain itu, perlu juga dipikirkan bagaimana hubungan antara filantropi dan JKN nantinya.

Ketiga, perlu adanya pengembangan marketplace untuk berdonasi yaitu merujuk pada cowdfunding supaya sisi permintaan dan penawaran saling bertemu. Bagaimana ini akan diatur dalam regulasi oleh pemerintah dan bagaimana pemberian insentif pada pengelola marketplace agar tetap bertahan. Ini merupakan potensi yang dapat dilaksanakan oleh UGM, mengingat kepercayaan publik yang besar pada UGM.

Setelah pemaparan ini disampaikan oleh  Trihadi, Prof. Laksono kemudian memberikan penjelasan soal isu peruntukan filantropi yang akan ditujukan untuk pasien atau institusi Rumah Sakit. Mengambil studi kasus yang berada di negara Australia, dijelaskan oleh Prof. Laksono bahwa contoh filantropi yang dilaksanakan di negara itu ditujukan untuk pengembangan Rumah Sakit sebab masyarakat telah dibiayai dengan cukup oleh pemerintah. Kondisi ini berbeda dengan Indonesia, harapannya filantropi di Indonesia bisa bekerja sama dengan BPJS untuk mendanai kegiatan yang tidak ditanggung dengan BPJS dan bisa juga untuk mendanai pengobatan penyakit yang membutuhkan biaya sangat besar.

Inisiasi Klaster Filantropi Kesehatan (Hamid Abidin, S.S., M.Si)

Seperti yang diketahui bahwa dalam Filantropi Indonesia terdapat beragam Lembaga yang telah berinteraksi dalam berbagai kesempatan. Bentuk dari lembaga – lembaga tersebut juga beragam, ada yang merupakan Yayasan Keluarga, Yayasan Perusahaan, Yayasan Media Massa hingga Pusat Studi di universitas yang minatnya berbeda – beda. Fungsinya juga beragam, ada yang berfungsi sebagai donator, perantara dan juga pelaksana.

Program – program yang diminati antara lain pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan lain – lain. Lembaga – lembaga tersebut juga ada yang memiliki minat tunggal, ada pula yang memiliki minat pada multi program. Lembaga tersebut juga memiliki kebutuhan – kebutuhan untuk saling bertemu dan berdiskusi untuk saling belajar, tidak jarang mereka berkolaborasi atau mengembangkan kapasitas misalnya pada Lembaga yang memiliki minat multi program yang belajar pada Lembaga yang fokus pada program tunggal. Melalui kolaborasi tersebut terdapat tujuan Bersama salah satunya adalah capaian SDGs.

Klaster yang telah terbentuk saat ini di Filantropi Indonesia adalah klaster lingkungan hidup dan konservasi, klaster ketahanan pangan dan gizi, klaster pendidikan, klaster kesenian dan kebudayaan, klaster zakat On SDGs, klaster pemukiman dan perkotaan serta klaster kesehatan yang sedang disiapkan. Beberapa klaster ini juga bekerjasama dengan pemerintah.

Tahapan pengembangan klaster filantropi dimulai dengan usulan inisiatif anggota atau mitra, diikuti dengan penilaian kebutuhan dan rekrutmen, lalu sosialisasi inisiatif ke anggota dan mitra, disusul dengan pertemuan awal dan pengumuman pembentukan klaster, penyusunan program dan charta klaster atau guidance. Hal terakhir adalah pelaksanaan program klaster.

Tanya Jawab dan Diskusi

Agenda dilanjutkan dengan tanya jawab dan Diskusi. Nefos Daeli yang merupakan perwakilan dari YAKKUM memberikan tanggapan bahwa, kegiatan promosi dan preventif banyak diperhatikan dalam filantropi Kesehatan. Lain halnya dengan filantropi yang ditujukan untuk rumah sakit, karena terdapat anggapan rumah sakit selalu mampu membiayai program- program yang ada. Sehingga fokusnya diarahkan kepada kegiatan promotif dan preventif. Segi pembiayaan pada rumah sakit yang bentuknya keagamaan cukup terdampak dengan adanya pandangan tersebut. Kemudian juga disampaikan perlunya penekanan filantropi untuk rumah sakit. Pemerintah juga perlu mengatur mengenai pengurangan pajak terhadap pelaku filantropi.

Hamid Abidin juga memberikan tanggapan terkait filantropi yang ditujukan untuk rumah sakit. Menurut riset yang telah dilakukan, publik kurang nyaman apabila ada penggalangan dana yang dilakukan oleh entitas perusahaan, jika terdapat badan yang berbentuk Yayasan dalam rumah sakit tersebut sebaiknya yayasan itulah yang melaksanakan pengajuan alih – alih entitas korporasinya. Selain itu perlu juga ditilik Kembali peraturan yang ada saat ini, meskipun peraturannya sudah sangat lama namun tetap perlu untuk ditaati. Hal yang dikhawatirkan jika tidak menaati peraturan tersebut, bisa saja pihak yang berwajib menghentikan secara tiba – tiba.

Prof. Laksono juga berpendapat, bahwa pemberian oleh publik seperti yang dilakukan oleh masyarakat dan komunitas saat pandemi COVID-19 dapat dinamai dan dilaporkan sebagai bentuk hibah. Trihadi juga mengusulkan, selama proses pembentukan klaster kesehatan diharapkan pihak yang menjadi koordinatornya adalah Lembaga yang memiliki kredibilitas dalam tingkat nasional.

Pengumuman Presentasi Abstrak Terbaik (dr. Jodi Visnu, MPH)

Presentasi abstrak yang dilaksanakan pada tanggal 27-30 Juli yang lalu diikuti oleh 13 peserta yang telah diseleksi. Setelah pemaparan abstrak tersebut dilaksanakan, penyelenggara mencoba memberikan penilaian yang kemudian didapati 3 presenter terbaik, yaitu:

  1. Dapur Kulintang Sebagai Alternatif Program Penanganan Masalah Gizi Anak (WIna Nur Sofiah) (Juara 1)
  2. Filantropi Rumah Sakit untuk Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit (Min Adadiyah) (Juara 2)
  3. Potensi Platform Crowdfunding sebagai Dana Pihak ketiga dalam Pembiayaan Pasien Kurang Mampu (Muhammad Fadhli Fadhillah) (Juara 3)

Reporter: Eurica S


SUMMARY