Reportase Forum Nasional II Filantropi Kesehatan “PENDANAAN KESEHATAN DI MASA PANDEMI COVID-19: BAGAIMANA PERANAN FILANTROPI?” Rabu, 25 Agustus 2021

Reportase

Hari Kedua

Pengantar ( dr. Jodi Visnu, MPH)

Hari ke – 2 Forum Nasional II Filantropi Kesehatan yang diselenggarakan pada 25 Agustus 2021 melalui telekonferensi dengan 210 peserta zoom dan 200 – an peserta live YouTube, dibuka langsung oleh team leader Pokja Filantropi PKMK FK – KMK UGM, dr. Jodi Visnu, MPH. Secara umum, tujuan dari adanya forum ini untuk mengeksplorasi potensi pendanaan filantropi di masa pandemi COVID-19. Jodi menyampaikan kesimpulan di hari pertama, bahwa indonesia memiliki modal sosial yang tinggi, resiliensi (ketahanan), advokasi insentif pajak, serta adanya strategi dalam pendanaan dimana seluruh poin tersebut bertujuan untuk mendukung strategi kebijakan yang lebih baik. Selain strategi kebijakan, adanya hubungan pemerintah, filantropis dan masyarakat sangat diperlukan untuk mengatasi tantangan dalam pendanaan kesehatan di lapangan (pengadaan dan distribusi) yang harapannya dapat memberikan input yang baik dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat Indonesia.

Sesi 1. Implementasi Filantropi Kesehatan

Di sesi pertama ini, dimoderatori oleh Shita Listyadewi, SIP., MM., MPP dengan latar belakang sebagai ahli politik, manajemen dan kebijakan publik. Diskusi pertama diawali dengan filantropi tanggap COVID-19 oleh Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Hamid Abidin, S.S., M.Si. Beliau memaparkan bahwa pandemi COVID-19 ini memiliki dampak negatif dan positif bagi para filantropis di Indonesia. Adanya inovasi, strategi, dan adaptasi kunci ketahanan di masa saat ini, terbukti 79,9% antusiasme para komunitas, relawan yang didominasi oleh para influencer dalam melakukan kegiatan filantropi (berderma), 76% melalui transformasi digitalisasi. Walaupun mengalami penurunan nilai dalam berderma, kegiatan filantropis khususnya di ranah keagamaan di saat ini menjadi wadah baru atau alternatif yang secara langsung mendukung peran masyarakat dalam mengatasi dampak dari pandemi COVID-19.

Selanjutnya, diskusi terkait implementasi filantropi di lapangan melalui program – program dari Rumah Zakat yang dipaparkan oleh CEO Rumah Zakat, Nur Efendi. Pihaknya menekankan sekali lagi bahwa adanya respon cepat dalam beradaptasi di masa saat ini adalah kunci survive dan bertumbuh. Selaras dengan Hamid, bahwanya Indonesia menjadi negara nomor satu paling dermawan menurut World Giving Index (WGI 2021) walaupun pendapatan masyarakatnya mengalami penurunan. Hal ini tentu karena budaya masyarakat Indonesia yang memiliki ciri khas gotong royong (modal sosial) yang tinggi. Rumah Zakat sendiri merespon, beradaptasi dengan baik melalui dana zakat, infak, sedekah (ZIS), serta adanya kolaborasi (pentaheliks) sehingga mampu bertahan dan membangun optimisme masyarakat Indonesia untuk terbebas dari pandemi COVID-19.

Sedikit berbeda dengan dua narasumber di atas, SONJO atau Sambatan Jogja yang diinisitori oleh Rimawan Pradiptyo, S.E., M.Sc., Ph.D mengawali inisiasinya dengan membentuk gerakan tanpa uang (non profit) melalui adanya sebuah kepercayaan (trust) menggunakan prinsip double option yaitu demand and supply. Dilatarbelakangi dengan anggaran pemerintah yang terbatas dan penurunan transaction cost masyarakat akibat perubahan yang mendadak, menjadikan modal sosial diantara masyarakat sebagai strategi untuk memobilisasi sumber daya. Rimawan menekankan bahwa pandemi COVID-19 sebagai masalah bersama yang harus diselesaikan secara bersama, sehingga penting untuk memobilisasi masyarakat secara aktif dalam menyelesaikan permasalah yang ada secara kemanusiaan serta kolaborasi antar elemen (sinergi tripleheliks). Bergerak cepat dan marathon (Infinitely Repeated Game) melalui pemanfaatan media sosial di era digitalisasi menghasilkan gerakan grup WhatsApp SONJO dengan syarat MAU: mau beradaptasi, berinovasi, integrasi, serta mengantisipasi masalah melalui adanya integritas dan transparansi (SOP KPK 2003 – 2019) untuk menciptakan kepercayaan di masyarakat serta optimisme dalam menghadapi COVID-19.

Diskusi I

Kesimpulan dari diskusi awal ini mengenai implementasi filantropi kesehatan di era pandemi ini adalah perlu kolaborasi dan transparansi semua pihak. Selain itu, penting untuk memahami kebutuhan atau melakukan need assessment sehingga dalam memenuhi kebutuhan melalui kolaborasi akan dapat disalurkan secara adil serta meratanya kebutuhan kesehatan di Indonesia.

Melanjutkan diskusi sebelumnya, dr. Mohammad Syahril, Sp.P., MPH dari RSPI Sulianti Saroso menjelaskan mengenai manajemen keuangan rumah sakit di kala pandemi. Terdapat sembilan strategi dalam menghadapi surge capacity dari RS umum menjadi RS khusus COVID-19 dimana salah satunya adalah melalui pengaturan anggaran dan donasi. Pandemi COVID-19 merupakan permasalah bersama yang perlu adanya keperdulian dari sesama. Melalui adanya donasi (perorangan, instansi maupun swasta) dengen mengedepankan legalitas serta transparansi, RSPI Sulianti Saroso mampu memenuhi kebutuhan RS dan survive menjadi RS khusus COVID-19 selama belum turunnya dana dari pemerintah.

Sedangkan dari sisi sistem dan mekanisme perlindungan sosial dalam penanganan COVID-19, Maliki Achmad, S.T., MSIE., Ph.D dari Bappenas menyampaikan perlu adanya reformasi perlindungan sosial atau penyederhanaan melalui adanya kolaborasi dari beberapa pihak untuk mengatasi ketimpangan data dan supaya bantuan sosial yang diberikan layak dan merata.

Diskusi II

Dalam menghadapi surge capacity, rumah sakit perlu memiliki hospital disaster plan yang awalnya hanya mengurusi bencana alamiah (baik di luar maupun di dalam RS) tetapi juga non-alam (pandemi/outbreak). Sebuah tim khusus yang menangani bencana non-alam sehingga terpenuhinya kebutuhan kebutuhan keuangan maupun peralatan di rumah sakit dengan cepat. Sedangkan dalam mekanisme perlindungan sosial, sangat penting adanya reformasi atau penyederhanaan serta adanya integrasi pemerintah maupun non pemerintah agar pemerataan dari bantuan sosial selama penanganan COVID-19.

Reporter: Ainun Hanin Noviar


Sesi 2: Filantropi Kesehatan dalam Lingkup Nasional dan Global

 

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Pemaparan materi Filantropi dalam Kesehatan Global di Masa Pandemi”

Sesi kedua dimoderatori oleh Martina Sinta Kristanti, Ns., M.N., Ph.D untuk membahas bagaimana filantropi kesehatan dalam lingkup nasional dan global. Pemaparan pertama terkait Filantropi dalam Kesehatan Global di Masa Pandemi disampaikan oleh dr. Yodi Mahendradhata, M.Sc., Ph.D., FRSPH.  Dalam kondisi pandemi filantropi dan sektor swasta sangat penting tetapi tidak bisa menggantikan  peran pemerintah. Vaccination rate secara global lebih tinggi di high income country. WHO menyebutkan sangat tidak moral jika vaksin berlebih di negara – negara maju sementara di negara berkembang berkurang. COVAX diciptakan pada 2020 untuk menfasilitasi akses global mengelola persetujuan antara COVAX dengan industri vaksin. COVAX diinisiasi oleh WHO, Aliansi Global untuk Vaksin dan Imunisasi (GAVI) dan Koalisi untuk Inovasi Kesiapsiagaan Epidemi (CEPI) yang bertujuan untuk memastikan pendistribusian vaksin secara adil. Permasalahan yang  muncul adalah COVAX didesain berbasis market solution bukan global solidarity.  Solusi yang dilakukan oleh COVAX melalui pendekatan phylanthro-capitalism, bukan hanya memberikan uang tetapi mengaplikasikan solusi berbasis pasar. Tidak ada solusi terhadap krisis vaksin global tanpa mencoba menekan industri vaksin. Yayasan Bill Gates merupakan salah satu sektor swasta yang kuat memberikan donasi untuk uji coba vaksin COVID-19 secara global. Sudah semestinya untuk masalah akses vaksin di negara berkembang bukan dikendalikan oleh institusi privat namun keputusan diambil oleh pemerintah.

Selanjutnya dr. Kalsum Komaryani, MPPM menyampaikan terkait Potensi Filantropi dalam Sistem Kesehatan Nasional. Pandemi COVID-19 menstimulasi filantropi dan ini awal bagus ke depannya jika terus dikembangkan. Mekanisme filantropi bisa disusun segera. Sub Sistem Kesehatan Nasional harus bersinergis untuk membangun pembangunan kesehatan. Area – area pilar sistem kesehatan nasional (SKN) ini bisa didampingi oleh filantropi. Pembiayaan kesehatan dalam SKN dinyatakan sebagai pengelolaan berbagai upaya penggalian, pengalokasian dan pembelanjaan dana kesehatan. Ada tiga kunci dalam pembiayaan ini yaitu sumber pembiayaan memadai dan berkelanjutan, alokasi merata dan utilisasinya secara efektif dan efisien. Proporsi total belanja kesehatan masih memerlukan mobilisasi pembiayaan kesehatan non publik dan disinilah filantropi bisa berperan. Sumber pembiayaan filantropi masuk dalam sumber pembiayaan non pemerintah. Bantuan donor untuk program – program prioritas akan membantu meningkatkan sistem kesehatan nasional. Saat ini sedang dirancang PMK tentang Kemitraan Pemerintah dengan Swasta (KPS) dalam bidang non infrastruktur kesehatan.  KPS bertindak sebagai pendekatan berkelanjutan untuk menciptakan manfaat sosial yang besar.

Dok. PKMK FK-KMK UGM “Sesi Diskusi Pengelolaan donasi filantropi dan Panduan Kemitraan dalam Pencegahan COVID-19”

Pada materi Pengelolaan Donasi Filantropi di Kementerian Kesehatan RI pada Pandemi COVID-19, dr. Andi Saguni, M.A memulai pemaparan dengan menyampaikan latar belakang pendirian RS Darurat Asrama Haji Pondok Gede sebagai menjadi RS perawatan COVID. Dalam tata kelola donasi filantropi, terlebih dahulu dilakukan analisis data kebutuhan donasi dan rekomendasi untuk mendekatkan gap antara supply dan demand. Seluruh penerimaan donasi didokumentasikan, ada penandatanganan berita acara serah terima barang donasi. RS Darurat Asrama Haji Pondok Gede tidak menerima cash money dari filantropi tetapi menggunakan pihak ketiga sehingga hanya menerima barang saja. Hal ini dilakukan untuk menghindari fraud, ada dasar hukum yang mengatur donasi dana filantropi dan ada juga alur akuntabilitas administrasi donasi filantropi.

Pada pemaparan materi Panduan Kemitraan dalam Pencegahan COVID-19 pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru, dr. Imran Agus Nurali, SpKO menekankan kembali pentingnya menjaga keberlanjutan filantropi dalam penanganan COVID-19. Tantangannya adalah semua orang berisiko tertular COVID-19 sementara belum semua menjalankan PPKM. Alasan pentingnya kemitraan di bidang kesehatan adalah pembangunan kesehatan merupakan tanggung jawab bersama dan adanya peluang sumber daya dari mitra potensial. Kunci keberhasilan dalam kemitraan ada kerjasama yang harmonis, koordinasi, kolaborasi, tim yang dinamis dan ada komitmen kesepakatan bersama. Kemitraan di bidang kesehatan tidak akan datang dengan sendirinya. Kemitraan tersebut harus dijalin dan digalang berdasarkan prinsip – prinsip kemitraan agar jalinan kerjasama tetap berlangsung dan berkelanjutan. Upaya menggalang kemitraan dapat dilakukan dengan langkah – langkah yang sistematis.

Diskusi :

Beberapa poin yang dibahas dalam sesi diskusi ini terkait hak paten vaksinasi di Indonesia, regulasi terkait keterlibatan filantropi dalam pembiayaan kesehatan, tata kelola dana filantropi dan strategi filantropi menjangkau daerah pelosok. Terkait masalah paten vaksin di Indonesia, selama ini pemerintah masih memborong vaksin dari market place yang berimplikasi dengan harga yang tinggi. Filantropi berperan dalam hal advokasi misalnya membiayai akademisi atau NGO untuk melakukan kajian yang kuat dan lobbying dalam proses advokasi. Terkait dengan regulasi, saat ini sedang disusun Peraturan Menteri Kesehatan tentang Kemitraan Pemerintah dengan Swasta (KPS) khusus untuk pelayanan non infrastruktur. Selain menata regulasi, juga sedang memobilisasi sektor swasta yang dapat digandeng untuk membantu pembiayaan kesehatan dalam jangka panjang.

Momentum COVID-19 ini memberikan hal positif terhadap keterlibatan filantropi, ada lesson learnt gotong royong yang didapat.  Kemenkes sebagai pusat, berharap dapat meng – cover semua pembiayaan kesehatan dari dana APBN yang notabene memakan waktu lama di birokrasi. Sementara filantropi dapat mendukung respon segera kebutuhan pelayanan kesehatan. Poin yang penting bagaimana donasi filantropi tersebut dapat dipastikan tersalur dengan baik sesuai kebutuahan. Inisiasi filantropi pasca COVID-19 tentu tetap ada karena permasalahan kesehatan tidak hanya untuk COVID-19. Terkait upaya untuk menggerakkan semangat filantropi hingga ke daerah pelosok sudah ada data terkait lokus – lokus masalah kesehatan di bidang promosi kesehatan Kemenkes RI. Koordinasi dengan mengajak pemegang program dari lokus tersebut dan  ini bisa menjangkau sampai ke daerah. Melibatkan organisasi keagamaan juga penting, melibatkan jejaring, memiliki sumber data lokus khususnya dalam program promkes.

Penutup

Semangat untuk gotong royong seyogyanya dilengkapi dengan bagaimana mengelola seluruh proses pertanggungjawaban dana filantropi. Terdapat aspek administrasi yang patut dipatuhi dan dilaksanakan dengan benar. Apapun bentuk donasi filantropi harus ditatausahakan dengan lengkap, tidak sekedar menerima tetapi tetap menjaga transparansi dan akuntabilitas. Dipastikan kepada filantropi bahwa dana digunakan dengan mekanisme pengawasan dan feedback pelaporan kepada filantropi. Hal ini menjadi landasan untuk keberlanjutan filantropi.


Reportase : Happy R. Pangaribuan
Divisi Manajemen Bencana Kesehatan PKMK FK – KMK UGM