Jakarta, 28 November 2022 – Tanoto Foundation, organisasi filantropi di bidang pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada 1981, berkomitmen membantu pemerintah dalam upaya menurunkan angka stunting di Indonesia. Komitmen tersebut ditunjukkan melalui kerja sama dengan UNICEF Indonesia untuk melaksanakan program empat tahun bertema “Unlocking Future Potential with Nutrition: Towards Zero Stunting in Indonesia”.
Kerja sama yang telah terjalin sejak 2021 ini terbagi menjadi dua fase, dan diarahkan untuk mendukung target nasional penurunan prevalensi stunting pada anak dengan berfokus pada promosi perubahan perilaku terkait pemenuhan gizi yang positif.
Pada fase I – 2021, kerja sama ini menghasilkan pedoman operasional untuk pemerintah provinsi dalam mendampingi, memantau, dan mengevaluasi pemerintah kabupaten menjalankan program Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) dan Sosial atau Social Behavior Change Communication (SBCC).
Menyusul hasil dari fase I, Tanoto Foundation dan UNICEF melanjutkan kerja sama ke fase II yaitu pendampingan KPP kepada Provinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan, yang kemudian diimplementasikan pada Kabupaten/ Kota di kedua Provinsi tersebut. Program ini direncanakan dilakukan pada 2022 hingga 2025. Total komitmen Tanoto Foundation pada fase I dan II ini adalah sebesar 33,5 miliar rupiah.
Dr. J. Satrijo Tanudjojo, CEO Global Tanoto Foundation optimis bahwa kerja sama antara Tanoto Foundation dengan UNICEF Indonesia dapat memberikan dampak yang signifikan untuk menekan prevalensi stunting di Indonesia.
“Kolaborasi ini merupakan salah satu bentuk komitmen Tanoto Foundation untuk mendukung pemerintah Indonesia dalam upaya percepatan penurunan stunting. Dibutuhkan partisipasi lebih banyak pihak dan kerja keras bersama untuk mencapai target penurunan prevalensi stunting ke angka 14 persen di tahun 2024,” ujar Satrijo.
Sasaran dari program di fase kedua ini adalah lebih dari 10.000 petugas kesehatan untuk diberikan pelatihan mengenai intervensi KPP untuk pencegahan stunting dan 4,5 juta orang termasuk pengasuh anak dan ibu hamil dan menyusui untuk menerima kampanye KPP itu sendiri, yang semuanya berada di Provinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan.
“Kami meyakini bahwa perubahan perilaku adalah kunci dalam upaya pencegahan stunting. Penyampaian informasi atau pesan yang sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi, serta pemilihan media dan metode yang tepat sesuai sasaran, diharapkan dapat mempercepat penanganan dan penurunan stunting,” tandas Satrijo.
Dengan semangat yang sama, Maniza Zaman, Perwakilan UNICEF Indonesia menyatakan pentingnya optimalisasi KPP sebagai bagian dari lima pilar strategis dalam Strategi Nasional Stunting. “Seribu hari pertama kehidupan – yang dimulai sejak terbentuknya janin dalam kandungan hingga anak berulang tahun yang kedua – adalah periode penting untuk membuka potensi penuh seorang anak. Kemitraan antara UNICEF dan Tanoto Foundation bertujuan mendorong dan mendukung ibu hamil, pengasuh anak, dan keluarga dalam memahami dan mengadopsi perilaku kunci untuk menceg
ah stunting, serta mengoptimalkan tumbuh kembang anak selama periode emas tersebut.”
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang stabil dalam 10 tahun terakhir. Namun, Indonesia masih terus bergelut dengan salah satu beban permasalahan gizi yang amat serius, yaitu stunting.
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021, sejumlah 24,4 persen atau lebih dari tujuh juta anak balita mengalami stunting, dan lebih dari dua juta balita tergolong sangat kurus (severe wasted).
Dampaknya, bila semakin banyak anak mengalami stunting maka akan membatasi kemajuan bangsa menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs), dan merupakan ancaman signifikan bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional.
Stunting sendiri adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita yang bersifat permanen jika tidak ditangani sedini mungkin. Stunting diakibatkan oleh kekurangan gizi kronis, infeksi berulang, dan tidak mendapatkan stimulasi psikososial yang cukup terutama yang terjadi sejak janin dalam kandungan sampai awal kehidupan anak (1000 Hari Pertama Kehidupan).
Sumber: unicef.org