Kampanye urun dana untuk menutupi biaya pasien yang terkait dengan kondisi neurologis telah meroket selama satu dekade terakhir, hal ini merupakan laporan sebuah studi terbaru. Antara 2011 dan 2020, jumlah kampanye penggalangan dana untuk gangguan neurologis di situs crowdfunding populer GoFundMe meningkat dari satu kampanye pada 2011 yang berhasil mengumpulkan 24.839 dolar Amerika Serikat (AS) menjadi 1106 kampanye pada 2020 yang berhasil mengumpulkan 19,2 juta dolar AS.
Tujuan utama dari sebagian besar upaya penggalangan dana ini untuk membantu menutup biaya tagihan medis dan perumahan. Amyotrophic lateral sclerosis (ALS) dan tumor sistem saraf pusat (SSP) adalah dua penyakit neurologis yang paling umum. Selain itu, hampir 85% dari kampanye ini ditujukan untuk orang dewasa yang memiliki asuransi kesehatan.
“Mayoritas orang yang menggalang dana dalam sampel kami melaporkan memiliki asuransi, yang menunjukkan bahwa rencana pertanggungan asuransi yang ada tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan orang setelah mengalami penyakit saraf,” kata peneliti studi Altaf Saadi, MD, MSc, asisten profesor neurologi di Harvard Medical School dan Rumah Sakit Umum Massachusetts dan peneliti utama di Laboratorium Neurodisparitas dan Keadilan Kesehatan di Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston, mengatakan kepada Medscape Medical News.
“Saat ini kami memiliki sistem yang sangat bergantung pada penggalangan dana perorangan atau dokter dan individu yang mengajukan banding atas keputusan pertanggungan asuransi swasta, dan hal ini sangat merugikan pasien dan keluarganya.”
Lebih dari sekadar Tagihan Medis
Studi menunjukkan bahwa GoFundMe menguasai lebih dari 90% pasar crowdfunding di Amerika Serikat. Platform lain yang menawarkan penggalangan dana medis termasuk Fundly dan CoFund Health.
Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa lebih dari seperempat kampanye yang dibuat di AS di GoFundMe antara Mei 2010 dan Desember 2018 dibuat untuk menutupi biaya perawatan kesehatan. Tujuan gabungan dari kampanye-kampanye tersebut, yang sebagian besar adalah untuk biaya terkait kanker, adalah sebesar 10,3 miliar juta dolar AS.
“Ada konsep ‘toksisitas finansial’ yang mendapatkan daya tarik dan perhatian, terutama dalam bidang onkologi, dan saya tertarik untuk mencoba menangkap hal ini dalam neurologi, menambahkan data pada apa yang telah saya saksikan secara anekdot,” kata Saadi.
Untuk penelitian ini, para peneliti menggunakan kode pengikisan web khusus untuk mencari puluhan ribu kampanye penggalangan dana yang memiliki istilah yang sesuai dengan kondisi neurologis. Periode penelitian adalah Maret 2011 hingga Maret 2021, dan kampanye dengan hyperlink yang rusak, kampanye untuk organisasi atau hewan, dan kampanye untuk penduduk non-Amerika Serikat tidak disertakan dalam analisis akhir. Dari 11.274 kampanye yang disaring, 5460 memenuhi kriteria inklusi penelitian.
Tujuan penggalangan dana rata-rata adalah 20.000 juta dolar AS dan 18,6% kampanye telah mencapai tujuan mereka. Hampir 80% kampanye ditujukan untuk orang dewasa, dan hampir 85% ditujukan untuk asuransi kesehatan masyarakat.
Kondisi yang paling umum yang terkait dengan kampanye adalah ALS (19,7%) dan tumor SSP (16,5%). Sekitar 18 juta juta dolar AS terkumpul untuk penderita ALS dan sekitar 27 juta juta dolar AS untuk mereka yang menderita tumor SSP.
Dari semua kampanye, 43% adalah untuk menutupi biaya yang berhubungan dengan perumahan, seperti penginapan keluarga selama pasien dirawat di rumah sakit atau renovasi rumah untuk mengakomodasi penyandang cacat. Tagihan medis dan utang merupakan target dari 42% kampanye, 40,5% untuk layanan rehabilitasi, dan 32,2% untuk kehilangan pendapatan bagi pasien dan pengasuh keluarga.
“Ini adalah seluruh unit rumah tangga yang terkena dampak dari penyakit seseorang, seperti kehilangan pendapatan karena anggota keluarga meninggalkan pekerjaan mereka untuk merawat. Ketika kami memikirkan cara untuk mengurangi beban keuangan bagi pasien kami, ya, ada biaya medis langsung yang berkaitan dengan tagihan medis dan perawatan dan ini sangat mahal – tetapi kami juga harus memikirkan biaya layanan rehabilitasi, biaya disabilitas, perawatan di rumah, pengasuhan dan kebutuhan untuk memperluas cuti sakit berbayar, “kata Saadi.
Masalah Etik
Mengomentari temuan Medscape Medical News, Dominic Wilkinson, MD, PhD, seorang profesor etika kedokteran di University of Oxford, Inggris, mengatakan bahwa ia terkejut bahwa kampanye untuk biaya nonmedis lebih banyak daripada kampanye untuk biaya medis, mengingat tingginya angka asuransi yang tidak memadai di Amerika Serikat yang membuat banyak orang tidak mampu membayar tagihan medis.
“Urun dana medis adalah cara untuk menanggapi sebuah masalah, yaitu orang-orang yang sakit kemudian tidak mampu membayar apa yang mereka rasa perlu, apakah itu perawatan medis konvensional karena mereka tidak diasuransikan, atau perawatan medis non-konvensional yang tidak tercakup dalam asuransi mereka, atau biaya tambahan yang harus mereka tanggung,” ujar Wilkinson, yang juga merupakan direktur etika kedokteran dan wakil direktur di Oxford Uehiro Centre for Practical Ethics.
“Jelas tidak semua orang yang mencoba urun dana berhasil mengumpulkan dana yang mereka cari untuk perawatan medis mereka, tetapi kesempatan untuk berhasil tidak terdistribusi secara merata dan, pada kenyataannya, tampaknya merugikan mereka yang sudah kurang beruntung,” tambahnya.
Ketidaksetaraan dalam urun dana medis adalah salah satu dari beberapa masalah etik yang diangkat oleh praktik ini, tambah Wilkinson, yang telah menulis sejumlah artikel tentang topik ini.
Orang-orang yang lebih paham media sosial dan internet memiliki keuntungan lebih dibandingkan mereka yang tidak begitu paham, atau yang tidak memiliki akses ke teknologi tersebut. Penelitian juga menunjukkan bahwa urun dana medis tampaknya lebih disukai oleh mereka yang tinggal di daerah berpenghasilan tinggi. Kampanye yang dipimpin oleh pria kulit putih juga memiliki tingkat keberhasilan yang lebih tinggi daripada kampanye yang dibuat oleh orang kulit hitam atau wanita.
Satu studi menunjukkan bahwa kampanye atas nama anak-anak menimbulkan masalah privasi, terutama yang mengungkapkan nama lengkap anak, seperti yang terjadi pada sepertiga kampanye untuk pasien anak, katanya.
Beberapa kampanye medis berusaha membiayai pengobatan alternatif atau komplementer yang tidak memiliki bukti ilmiah tentang kemanjuran atau keamanannya. Bahkan kampanye-kampanye yang berupaya mendanai terapi eksperimental yang tidak ditanggung oleh asuransi juga menimbulkan masalah, tambah Wilkinson.
“Salah satu tantangan ketika pasien mengakses terapi baru melalui crowdfunding dan bukan melalui uji klinis adalah bahwa kita, di komunitas yang lebih luas, tidak belajar dari hal tersebut karena tidak ada pengumpulan data formal dan tidak ada komponen penelitian,” katanya.